Kamis, 03 Oktober 2019

Perkembangan Bahasa Indonesia

Sebelumnya kita telah membahas fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia. Taukah kalian bagaimana sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia? Yuk mari kita belajar bagaimana sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia.

Sejarah Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia

1. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen merupakan ejaan pertama yang dimiliki oleh bahasa Indonesia. Ejaan ini ditetapkan tahun 1901. Perancang ejaan Van Ophuysen adalah orang Belanda yakni Charles Van Ophusyen dengan dibantu Tengku Nawawi yang bergelar Soetan Ma’moer dan M. Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini menggunakan huruf latin dan bunyinya hampir sama dengan tuturan Belanda. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:

huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada kata jang, pajah, sajang.

huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong ‘au’ tetap ditulis ‘au’).

tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah, seperti pada kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.

Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.

2.Eja Republik/Ejaan Soewandi
Edjaan Republik berlaku sejak 17 Maret 1947 menggantikan ejaan pertama yang dimiliki bahasa Indonesia saat itu. Ejaan ini merupakan upaya pemerintah untuk mengganti ejaan Van Ophuysen yang disusun oleh orang Belanda dan merupakan ejaan resmi pertama yang disusun oleh orang Indonesia.
Ejaan republik juga disebut dengan ejaan Soewandi. Mr. Soewandi merupakan seorang menteri yang menjabat sebgai menteri Pendidikan dan kebudayaan.
Perbedaan ejaan Soewandi dengan ejaan Van Ophuysen ialah:

Huruf oe diganti dengan u. Contohnya dalam ejaan Van Ophuysen penulisannya ‘satoe’, dalam ejaan Republik menjadi ‘satu’.

Huruf Hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan huruf K. Contohnya: maklum, pak, tak, rakjat.

Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2. Contohnya: kupu2, main2.

Awalan di dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-‘ pada dibeli, dimakan.

3.Ejaan Melindo
Ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet Mulyana-Syeh Nasir bin Ismail) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya maka diurungkan peresmian ejaan tersebut.

4.Eja yang Disempurnakan (EyD)
Ejaan ini berlaku sejak 23 Mei 1972 hingga 2015, atas kerja sama dua negara yakni Malaysia dan Indonesia yang masing-masing diwakili oleh para menteri pendidikan kedua negara tersebut. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang tercatat pada tanggal 12 Oktober 1972. Pemberlakuan Ejaan yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah ditetapkan atas dasar keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0196/U/1975.

Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh Ejaan Melindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan No. 062/67, tanggal 19 September 1967.

Ejaan Baru di Malaysia disebut Ejaan Rumi Bersama (ERB) sementara Indonesia menggunakan Ejaan yang Disempurnakan (EyD). EyD mengalami dua kali revisi, yakni pada tahun  1987 dan 2009.

Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EyD, antara lain:

Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.

Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.

Awalan “di-” dan kata depan “di” dibedakan penulisannya. Kata depan “di” pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara “di-” pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EyD adalah:

Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
Penulisan kata.
Penulisan tanda baca.
Penulisan singkatan dan akronim.
Penulisan angka dan lambang bilangan.Penulisan unsur serapan.

5.Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Pada tahun 2015, EYD (Ejaan yang Disempurnakan) diganti menjadi PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Perubahan ini telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Adapun latar belakang dari perubahan ini antara lain karena:

Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju, membuat penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai hal semakin meluas juga baik secara tulisan maupun lisan. Ini yang menjadi salah satu alasan kenapa perlunya perubahan pada ejaan bahasa Indonesia.
Memantapkan Fungsi
Ejaan bahasa Indonesia perlu disempurnakan untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar